Makmum masbuk adalah makmum yang terlambat satu raka’at atau lebih bersama imam disaat sholat berjama’ah. Raka’at disini adalah adalah sampai ruku’, jadi jika ada seorang makmum terlambat ruku’ bersama imam dalam raka’at pertama saat sholat berjama’ah maka dia di sebut makmum masbuk, itulah pendapat Jumhur ulama. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama Salaf (dahulu) dan Khalaf (yang datang kemudian). Demikian juga pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, serta disepakati para pengikut madzhab empat. Hal ini juga diriwayatkan dari para sahabat: Ali, Ibnu Mas’ud, Zaid, dan Ibnu Umar. Pendapat ini juga dirajihkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Nawawi, Ash Shan’ani, Asy Syaukani pada pendapat kedua, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Al Albani dan lainnya.
Bagaimana jika kita ketinggalan shalat pada saat imam dalam keadaan tawaruk, apakah kita ikut tawaruk atau kita duduk iftirasy ?
Dilihat dari jumlah rakaatnya, maka bisa dibagi dua:
Jumlah rakaat yang sholatnya adalah dua rakaat, seperti sholat subuh, jum’at dll. Maka cara duduk tasyahud dalam sholat seperti ini adalah iftirasy. Ada dua hadits yang dijadikan dalil dalam hal ini yaitu hadits dari Abdullah bin Zubair yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan sanad yang hasan dan hadits dari Wail bin Hukr yang diriwayatkan oleh Nasai no. 1158 dengan sanad yang shahih.
Sholat yang jumlah rakaatnya lebih dari 2 rakaat. Maka untuk sholat jenis ini pada tasyahud awal duduk iftirasy dan pada tasyahud akhir dengan tawarruk. Dalilnya adalah hadits dari Abu Humaid As-Sa’idi, beliau menceritakan tata cara yang Nabi lakukan di hadapan sepuluh orang sahabat dan mereka semua membenarkannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari no. 794. Rincian seperti di atas merupakan pendapat Imam Ahmad.
Adapun Untuk makmum yang masbuk maka dirinci sebagai berikut:
Masbuk pada sholat dua rakaat maka duduknya hanya iftirasy.
Masbuk dalam sholat yang lebih dari dua rakaat dan imam sudah duduk tasyahud akhir, maka ada dua kemungkinan:
– Makmum tertinggal dua rakaat atau lebih. Maka dalam kondisi ini makmum iftirasy dan tidak mengikuti imam, mengingat bahwa Nabi saat sholat dua rakaat duduk dengan iftirasy.
– Makmum tertinggal satu rakaat maka posisi duduknya adalah tawarruk sama dengan imamnya sebagaimana cara Nabi dalam sholat yang lebih dari dua rakaat.
Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rohimahulloh mengatakan, “Ada sebagian orang berpendapat kalau seorang masbuk dua rakaat dan mendapati imam duduk terakhir maka makmum duduk tawarruk seperti posisi duduk imam dengan dalil hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Imam itu diangkat hanya untuk diikuti”, tapi yang tampak bagiku masbuk tersebut tetap duduk iftirasy.” (Diringkas dari Majalah An-Nashihah vol. 01 th I/1422 H hal 2-5).
Dalam Syarah Al Mumthi’ 2/312-313, Syaikh Al Utsaimin menyatakan bahwa tidak ada kewajiban mengikuti dalam gerakan sholat yang tidak menyebabkan makmum mendahului atau terlambat dari imam.
Hal ini terkait dengan hukum salam kedua, wajib ataukah mustahab. Tentang hadits yang menunjukkan bahwa Nabi pernah hanya mengucapkan sekali salam dalam sholat beliau, Syaikh Albani mengatakan, “Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Adh Dhiya dalam Al-Mukhtarat dan Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam As-Sunan 1/243 dengan sanad yang shahih.” (Sifat Sholat Nabi hal. 188), Jika demikian, hukum salam kedua adalah mustahab, jadi makmum masbuk bisa berdiri untuk menyempurnakan sholat sesudah salam pertama imam, meski tak diragukan lagi bahwa berdiri sesudah salam imam yang kedua merupakan tindakan mengikuti imam yang lebih sempurna.
Di antara kesalahan dalam sholat yang disebutkan oleh Syaikh Masyur As-Salman adalah “Menyibukkan diri untuk membaca doa iftitah dengan perlahan, membaca ta’awudz dan basmalah yang mana hal tersebut baru selesai setelah imam ruku’ atau hampir ruku.”
Ibnul Jauzi mengatakan, “Di antara orang yang terkena penyakit was-was ada yang baru bisa bertakbir dengan benar sesudah imam hampir ruku, orang tersebut lantas membaca doa iftitah dan ta’awudz dan sesudah imam ruku’. Hal ini merupakan tipuan iblis. Ta’awudz dan doa iftitah yang dilakukannya hukumnya adalah sunnah sedangkan bacaan Al Fatihah yang ditinggalkannya adalah wajib. Makmum pun wajib membacanya menurut sebagian ulama, karena itu tidak sepantasnya dikalahkan dengan hal yang hukumnya sunnah. Dulu ketika aku masih kecil, aku sholat bermakmum di belakang guru kami seorang pakar ilmu fikih, Abu Bakar Ad-Dainuri. Beliau mengetahui aku berbuat seperti itu, beliau lantas mengatakan, “Wahai anakku, sesungguhnya para ulama telah berselisih pendapat tentang makmum, apakah wajib membaca Al Fatihah ataukah tidak, akan tetapi mereka tidak berselisih pendapat kalau doa iftitah itu sunnah, oleh karena itu sibukkanlah dirimu dengan yang wajib dan tinggalkanlah yang sunnah.” (Talbis Iblis hal. 139. Lihat Al-Qoulul Mubin fi Akhtai’ Al-Mushallin hal. 267).
Sumber : Muslim.or.id
0 comments:
Post a Comment